Akhir-akhir ini di media massa ramai membicarakan mengenai redenominasi. Analisis maupun komentar para pakar pun saling bersahutan. Ada yang setuju dengan rencana pemerintah tersebut, tapi tidak sedikit pula yang kurang setuju dengan berbagai alasan. Lepas dari komentar para pakar, di masyarakat luas sendiri ada yang sudah paham, tapi banyak pula yang masih kuatir atau bingung. Kebingungan masyarakat terutama mengenai apakah redenominasi sama dengan sanering atau tidak. Kebingungan tersebut sangat beralasan mengingat mereka belum lupa dengan peristiwa kebijakan sanering pemerintah tahun 1959, yang memangkas kemampuan daya beli uang. Untuk membantu mengurangi kebingungan dan kekhawatiran tersebut, berikut ini sedikit penjelasan mengenai bagaimana membedakan redenominasi dengan sanering secara sederhana dan mudah.
Apa itu Redenominasi?
Dari definisi redenominasi diartikan sebagai proses penyederhanaan jumlah digit pada denominasi uang, misalnya dengan mengurangi angka “0” dari uang kertas dan uang logam yang beredar di masyarakat dengan tanpa merubah nilai tukar, nilai riel atau daya beli uang terhadap barang dan jasa.
Contoh sedeharnanya, pemerintah Indonesia berencana melakukan redenominasi yaitu dengan menyederhanakan nilai Rupiah dengan menghilangkan 3 angka “0”, misal Rp50.000 menjadi Rp50,-. Maka nilai tukar/riel Rp50.000,- lama (sebelum redenominasi) akan sama dengan nilai tukar/riel Rp50,- baru (setelah redenominasi). Jadi harga sandal yang Rp50.000,- (sebelum redenominasi) nantinya dapat dibeli dengan harga Rp50,- dengan uang baru (setelah redenominasi). Jadi tidak ada perubahan atas nilai kekayaan atau dengan kata lain daya beli uang tetap (lihat ilustrasi di bawah ini).
Ilustrasi: Redenominasi Tidak Merubah Daya Beli Masyarakat |
Lalu apa yang dimaksud dengan sanering?
Sanering adalah pemotongan nilai uang sedangkan harga-harga barang tetap bahkan cenderung meningkat sehingga daya beli efektif masyarakat menjadi menurun. Kebijakan sanering (pemotongan uang) adalah memotong nilai tukar, nilai riel atau daya beli dari uang yang beredar misal Rp.50.000,- menjadi Rp50,-. Jadi yang dipotong bukan hanya jumlah angka “0”-nya tapi juga nilai tukar/riel atau daya beli uangnya.
Dengan mengambil contoh harga sandal di atas, jika harga sandal yang Rp50.000,- (sebelum sanering) dan uang Anda hanya Rp50.000, maka setelah sanering dapat dipastikan Anda tidak lagi mampu membeli sandal dimaksud, karena nilai tukar/riel uang Anda telah dipotong dari Rp50.000 menjadi Rp50,- sementara harga sandal tetap Rp50.000. Artinya nilai beli atau daya beli uang turun atau terpangkas oleh kebijakan sanering (Lihat ilustrasi di bawah ini).
Ilustrasi: Sanering Menurunkan Daya Beli Masyarakat |
Jadi kesimpulannya REDENOMINASI TIDAK SAMA DENGAN SANERING. Kalau yang akan dilakukan pemerintah adalah redenominasi maka dari sisi nilai tukar/riel uang tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Daya beli riel masyarakat dari uang Rupiah yang dimilikinya tidak akan berubah. Artinya masyarakat tidak akan dirugikan.
entar ada pecahan sen gak bos? jadi inget jaman dulu ketika uang kita masih 'sederhana' Rp 1 bisa buat beli permen lima butir
BalasHapusKemungkinan besar ada pak.
BalasHapus