KA Argo Lawu (photo by Wied) |
- Karena saya membeli tiket secara online, maka saya harus menukar bukti pembelian online saya dengan tiket resmi paling tidak 1 jam sebelum keberangkatan. Dan karena berbagai hal dan kesibukan, saya baru bisa menukarkan pada hari H keberangkatan. Hari H jadwal keberangkatan saya kebetulan termasuk salah satu hari di mana penumpang KA lagi peak, antrian orang yang akan menukar bukti pesanan online-nya terlihat cukup panjang. Bagi yang yang datangnya mepet sementara di antrian dia masih agak jauh dari loket, terlihat mulai agak panik. Kereta sudah mau berangkat, tapi belum berhasil menukar bukti pembeliannya. Memang kemudian ada petugas yang membantu atau memberitahukan bahwa tiket dapat ditukar di loket lain yang ditunjuk, tapi bagi saya mestinya bisa lebih baik lagi. Bagaimana?
- Semestinya kita yang membeli online bisa langsung mencetak tiket KA kita, jadi tidak perlu lagi menukarkan dengan tiket yang dicetak di loket. Untuk mencegah pemalsuan, sistemnya bisa menggunakan barcode, dimana nanti petugas tinggal memverifikasi tiket dengan identitas di pintu masuk peron. Memang perlu tambahan investasi, namun saya kira ini akan mempercepat proses dan mengurangi ketidaknyamanan penumpang. Selain itu, sistem ini dapat mengurangi biaya operasional PT KAI terutama biaya form pencetakan tiket.
- Jika investasi sistem tersebut belum dimungkinkan, paling tidak ada papan-papan informasi yang dapat dilihat secara jelas mengenai apa yang harus dilakukan penumpang, sehingga calon penumpang tidak kebingungan. Atau paling enggak ada informasi bahwa penukaran bisa dilakukan di semua loket yang tersedia.
- Peralatan di toilet gerbong KA yang sudah tidak layak atau bocor. Akibatnya air banyak terbuang percuma karena kebocoran dan menggenang di lantai toilet. Mungkin ini tidak terjadi di semua gerbong, namun hal-hal detail seperti tetap memerlukan perhatian PT KAI.
- Ketersediaan alat-alat hiburan dan layanan di gerbong tidak standar. Jika Anda naik KA Argolawu kemudian naik KA Taksaka, walaupun sama-sama berlabel kereta eksekutif, maka Anda akan merasakan perbedaan baik dari kualitas gerbong, kursi, tv dll. Memang bisa jadi salah satu tiketnya lebih murah, tapi seharusnya untuk kereta yang sama-sama berlabel eksekutif, seharusnya memiliki standar pelayananannya sama.
- Pedagang memang sudah tidak bisa masuk lagi ke dalam gerbong. Namun kalau kita berhenti di Stasiun Cirebon atau Purwokerto, tidak secara fisik pedagang bisa masuk ke gerbong, tapi teriakan-teriakannya dalam menawarkan barang dagangannya di pintu gerbong atau di area perbatasan antar gerbong akan terdengar oleh seluruh penumpang. Bayangkan ketika kereta Anda masuk stasiun tersebut pada jam yang cukup larut malam, dan Anda sedang menikmati istirahat karena perjalanan yang cukup panjang, tiba-tiba mendengar teriakan orang-orang menawarkan gethuk goreng, sale pisang dan lain-lain. Sangat menganggu.., paling tidak untuk diri saya sendiri.
- Transportasi lanjutan setelah turun dari kereta juga belum sepenuhnya mendapat perhatian. PT KAI sebaiknya tidak begitu saja lepas tangan setelah penumpang turun. Kalau di Jakarta-Gambir memang tidak menjadi masalah, karena banyak tersedia taksi yang dapat dipercaya yang secara tertib menunggu calon penumpang. Bagaimana dengan stasiun lain? Pengalaman saya adalah turun di stasiun Tugu Jogjakarta dan Jatinegara. Di stasiun Tugu Jogja, taksi-taksi yang tersedia di area parkir stasiun umumnya adalah taksi-taksi yang minta harga secara borongan (tidak mau pakai argo). Karena saya asli orang Jogja, maka saya dapat membandingkan harga taksi borongan di stasiun dan kalau pakai argometer (taksi dengan argo ini bisa ditemukan kalau kita mau jalan sedikit keluar area parkir stasiun, ujung jalan P. Mangkubumi). Rata-rata penumpang akan kena charge yang lebih mahal. Sementara kalau di stasiun Jatinegara, begitu kita keluar maka Anda akan menemui taksi-taksi gelap yang menawarkan jasanya ataupun antrian taksi biasa namun dari jenis taksi dengan reputasi tidak jelas. Anda harus berjalan agak jauh untuk mendapatkan taksi yang sudah dikenal baik reputasinya. Dan ini agak merepotkan ketika Anda membawa banyak bawaan dan anak kecil. Asal ingat saja, situasi lalu lintas di depan stasiun jatinegara cukup berbahaya karena selalu ramai dan cenderung agak tidak teratur.
- Strategi jemput bola. Ini guna meningkatkan layanan PT KAI. PT KAI bisa menyediakan shuttle-shuttle bus yang melakukan antar jemput penumpangnya dari stasiun ke titik-titik tertentu. Untuk penyediaan shuttle-shuttle bus ini PT KAI bisa menyediakan sendiri atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
Jadi bagaimana? Harus diakui memang PT KAI sudah mengalami banyak perubahan menuju arah yang lebih baik. Tapi masih terdapat banyak ruang perbaikan yang bisa dilakukan. Kritikan dan saran di atas itu berasal dari apa yang saya rasakan sebagai penumpang. Bisa jadi ini subyektif, penumpang lain mungkin mendapatinya sebagai bukan masalah, tapi bisa jadi ada penumpang lain yang merasakan hal lain yang bisa juga jadi masukan untuk PT KAI. Last but not the least.. saya cukup gembira dengan perjalanan saya dengan naik KA… keep up the good work PT KAI!
Hehehe mas henri pakai kereta juga? Aku juga kemarin. Dr Jkt berenam pakai Dwipangga dan 4 hari kemudian berlima balik Jkt pakai Lawu. Ada perbaikan? Jelas ada, tapi jelas juga masih buanyak hal yang bisa ditingkatkan. Seperti fisik wagon Dwipangga yg kurang OK, toilet Dwipangga yg juga kurang sesuai standar kereta eksekutif. Lawu sedikit lebih baik scr fisik wagonnya, tp terlambat 1 jam dr jadwal kedatangan di Jakarta sementara Dwipangga on time datang di Yogyakarta. Kalo masalah pedagang saya sedikit beda pendapat dg mas henri. Justru nuansa dan romansa suara pedagang yg berteriak menawarkan dagangan adl khas Kereta Api.... Gethuk Goyeng... Gethuk Goyeng.... Hehe bikin kangen dan sekaligus sadar kalo kita ini masih di Indonesia....
BalasHapusSetuju mas Bismo. memang masih perlu banyak perbaikan. Jadwal saya kebetulan on time semua. setengah jam sebelumnya, kereta sudah siap. Kl masalah gethuk goreng, soale aku lg tidur kepenak kok ya diteriaki gethuk goreng.... hehehe.
BalasHapusSaya beli tiket di stasiun singosari tetapi tdk boleh naik di stasiun malang kota suruh beli tiket lagi...
BalasHapusDan saya adu mulut dengan petugas penjaga tiket
Terakhir saya di hina GOBLOK...
Mohon ketua KAI bisa cari anak buah yang pintar dan sopan santun
Ada 4 petugas penjaga tiket menghina pelanggan GOBLOK
Pada tanggal 3 november 2015
Di stasiun kota baru malang
Untuk pimpinan Pt.KAI agar bisa membina anak buahnya
Untuk namanya saya lupa siapa...
HapusPetugas yg bertugas pada pukul 06.30 pagi
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusPerubahan menuju lebih baik memang memerlukan waktu mbak Pinky, termasuk di dalamnya perubahan budaya kerja. Namun sepanjang pengamatan saya pribadi, PT KAI sekarang memang sudah lebih baik.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuspelayanan penjaga tiket di stasiun malang kota lama sangat menyedihkan , tidak mau melayani dengan senyum dan tolong service untuk pelanggan itu diutamakan , masa d tanyain jadwal malah main hp , sayang saya tidak tahu namanya karena dia tidak memakai nametag ,
BalasHapuskalau ada saran bisa lgs ke sini https://www.kereta-api.co.id/?_it8tnz=Mg==&_8dnts=ZGV0YWls&_4zph=MTA=&_24nd=Njc=
HapusBuat pengelola st. Tugu jogja. Informasi lwt pengeras suara di st.tugu mohon di evaluasi, suaranya keras tapi ngga bisa dipahami kayaknya soundnya kudu di perbaiki spt di bandara
BalasHapusMungkin hanya intuisi saya,
BalasHapusSy sedang mudik lebaran 2016, untuk vagian logistik makan, tlg di perbaiki, saya tunggu2 lama dari molai naik, hingga jam 02:44... Kok ga ada yg keliling nawarin menu makanan ya... Padahal besoknya masih harus puasa... Ahirnta saya ke kereta makan, dan, mmm mbak, ino menu akanan bisa belu disini atau pesen dulu mbak? Sah pesrn vlm nas? Belum, org saya tggu yg keliling... InsaAlloh dah abis mas... Huuuu... Koq kg sampai ke gerbong 8 ya?... Iya sbb menunya terbatas(dg nada jutek muka asem)... Oooo kok asem sih mbak? Maba sambelnya? Tak tumpahin di muka situ...
Sugeng Siang kagem Segenap pengurus Stasiun Jogja.
BalasHapusNyuwun ngapunten sakdereng ipun, mbok bilih kagem loket pembelian tiket prameks mboten namung wonten loket ingkang sebelah selatan ( caket pasar kembang) amargi katah ingkang tasih ajeng mundut lewat sbelah timur. Lan akhir ipun kedah muter malih, lan niku tebih.
Monggo dipun penggalih amargi ingkang balik muter mboten sedanten tiyang enom, sehat. Wonten piyayi sepuh, wonten sing nembe mboten enak badan, onten ibu hamil.
Masalah ipun niku kagem konsumen ingkang salah loket mboten disukani fasilitas ingkang mlampahe celak, tp njih niku wau kedah muter tebih. Kagem se gadah arto mungkin saged nitih becak np taxi, tp pripun ingkang artone pas2 an.
Matur nuwun, mugi saged ndadosno pramikso.
Stasion caruban memang kecil jarang ada penumpang dari caruban tapi harus kah dibukanya itu siang jam 6 kereta berangkat jam 5.45 belum dibuka gimana mau tukar tiket dan naik kereta jika gak di buka gitu dan akhirnya aku memanggil satpamnya dan tiketku tidak bisa di cetak tapi dari pihak kereta mencetak tiketku di stasiun selanjutnya
BalasHapusDi penjualan tiket juga mbaknya jahat tidak mau senyum tidak ramah
Tolong di stasiun di sediakan toilet di luar..
BalasHapusTanggal 25 Agustus 2018 tepatnya di stasiun Kutoarjo.. sy bersama keluarga istri dan anak ( bertiga) kami ketinggalan kereta jurusan Kiaracondong Bandung ... Krn pemberitaan yg bising alias di speaker nya suara ibu 2.. yg TDK jelas .. sy tanyakan ke petugas.. yg laki / bapak2.. sy yg beritakan kereta jurusan Kiara condong .. jujur
BalasHapus. Sy kecewa ..karcis /tiket hangus !
... Dan Rugi waktu dan uang ! Kereta Pasundan ekonomi jam 15.30. ada bukti nya di saya. Sy lagi stress.. mau ke toilet.. maaf.. mau b.a.b.. air nya TDK ada.. jorok amat ya.. tambah pusing lagi.. tolong pak.. perbaiki
... Sy akan teruskan kecewa sy ke pak Jokowi.. kebetulan sy punya Instagram beliau.. agar jadi perhatian. Biar KAI makin Maksimal. Thx
Stasiun tugu jogja kamar mandi kok gak ada
BalasHapusAda cuma di dlam ....