KA Argo Lawu (photo by Wied) |
Perubahan pertama yang saya temui dibandingkan dengan pengalaman jaman dulu menggunakan kereta adalah tiket bisa dibeli secara on-line dengan menyertakan nomer identitas pribadi misal no. KTP atau SIM. Nampaknya PT KAI mulai lebih serius mencegah praktek percaloan tiket KA. Kalau dulu, walaupun tiket bisa dipesan sebelumnya, tapi kalau lagi peak season, jangan harap tiket dapat dengan mudah diperoleh. Biasanya tiket sudah habis jauh hari sebelumnya, tapi pas hari H jangan heran kalau banyak yang menawarkan tiket yang katanya sudah habis itu. Tentunya dengan tambahan “margin” yang kadang tidak sedikit, tergantung seberapa tinggi demand tiketnya. Kalau pas lebaran misalnya, angka “margin” itu bisa seharga tiket itu sendiri. Usaha lain yang dilakukan PT KAI untuk menekan praktek percaloan ini adalah dengan menggunakan denda yang lumayan besar jika kita membatalkan tiket (25%) atau melakukan penggantian nama calon penumpang.
Perubahan kedua yang langsung bisa kita tahu adalah tidak ada lagi tiket berdiri. Artinya, PT KAI hanya menjual sesuai jumlah tempat duduk yang tersedia, baik untuk kereta eksekutif maupun kereta ekonomi. Tidak akan ada lagi kita temui orang-orang yang duduk atau tidur disepanjang lorong kereta api dalam perjalanan. Aturan ini juga mencegah orang yang nekat naik tanpa tiket dan melakukan “pembayaran” di atas KA. Bukan rahasia lagi, kalau banyak orang yang bekerja di Jakarta tapi keluarga di luar kota biasa disebut rombongan PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad). Ada sebagian dari mereka yang mencoba menghemat biaya dengan membayar di atas kereta yang tentunya jauh lebih murah dari membeli tiket secara resmi.
Perubahan berikutnya yang langsung kita lihat adalah hanya penumpang yang boleh masuk ke area peron stasiun. Jadi penumpang akan diperiksa kartu identitasnya. Nama yang tertera dalam tiket harus sama dengan kartu identitasnya. Ini otomatis membuat orang yang punya akses ke area peron menjadi lebih sedikit, karena pengantar maupun yang tidak berkepentingan tidak bisa masuk lagi. Artinya penumpang bisa lebih nyaman menunggu kereta dan keamanan tentunya relatif lebih baik.
Bagaimana dengan di atas keretanya?
Ada beberapa hal yang dapat dicatat mengenai membaiknya kenyamanan di atas kereta:
- Tidak ada lagi penumpang berdiri
- Informasi bahwa tidak ada lagi penyajian makanan gratis terlihat jelas
- Larangan merokok di atas kereta
- Kereta terlihat bersih, ac dingin, dan air di toilet cukup melimpah;
- Tidak ada lagi pedagang yang bisa keluar masuk.
Itu beberapa perubahan baik di luar maupun di dalam gerbong yang bisa kita rasakan langsung. Yang saya tahu, banyak juga perubahan lainnya yang terasa lebih customer oriented dibanding PT KAI jaman dulu, misal pengkhususan stasiun (Misal: Gambir hanya untuk kereta eksekutif), desain dan layout stasiun yang lebih menarik, kebersihan stasiun, perubahan budaya kerja dll. Perubahan-perubahan yang menuju arah yang lebih baik bagi PT KAI ternyata berdampak positif. PT KAI kabarnya tahun 2012 ini kembali membukukan laba yang cukup besar yaitu Rp150 milyar (sumber Majalah Tempo).
Itu semua yang saya lihat dan saya ketahui. Pengalaman yang lumayan berbeda dengan pengalaman saya dulu menggunakan layanan KA. Tapi apakah itu semua sudah cukup? Saya ada beberapa saran dan kritik yang mungkin bisa memberi masukan kepada PT KAI.Sillahkan klik di sini untuk saran dan kritik saya sebagai penumpang KA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar